Header Ads

Masyarakat Desa Wonoharjo Belajar Pengelolaan Sumberdaya Alam


Para kader lokal TFT Indonesia dari berbagai daerah sedang mendiskusikan sejumlah isu pengelolaan sumber daya alam di Learning Center di Wonoharjo, Minggu (4/2)
Lemungsur, wonoharjonews.com - TFT Indonesia mendirikan pusat pembelajaran terkait pengelolaan sumber daya alam di Desa Wonoharjo, Kecamatan Rowokele, Kabupaten Kebumen.

Kehadiran pusat pembelajaran ini diharapkan dapat mengangkat perekonomian warga sekaligus potensi wisata di desa itu. Sekretaris Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kebumen Gunadi mengatakan, Wonoharjo memiliki potensi hasil perkebunan yang melimpah meliputi karet, cengkeh, kopi, pala dan komoditas lain. Sayangnya, desa ini justru masih tercatat sebagai satu di antara desa di Kebumen dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi.

Pihaknya berharap, pusat pembelajaran di desa ini dapat mendorong pengembangan komoditas hasil perkebunan warga setempat dan desa-desa sekitarnya.

"Masyarakat di sini sebagian besar hidup dari hasil perkebunan. Pemerintah daerah siap memfasilitasi dan mendukung,” katanya dalam kunjungan ke Learning Center TFT Indonesia di Dusun Lemungsur, Desa Wonoharjo, Sabtu (3/2).

Joko Ganjar Pranowo, Camat Rowokele turut mengapreasiasi pendirian pusat pembelajaran ini. Menurut dia, langkah ini cukup strategis untuk membantu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di desa ini.

"Pemilihan desa yang terpencil ini sebagai pusat pelatihan tepat. Saya berharap masyarakat bisa ikut belajar sehingga tidak lagi merasa miskin dan terbelakang,” katanya.

Sri Budi Murnianto, Kepala Desa Wonoharjo menambahkan, selain hasil perkebunan yang melimpah, desanya juga memiliki banyak potensi wisata alam yang belum digali. Saat ini pihaknya bersama para pemuda desa sedang merintis pengembangan wisata Puncak Dewa yang terletak di Dusun Lemungsur.

“Kostajasa sebagai mitra lokal TFT yang selama ini melakukan pendampingan kelompok tani hutan di Kebumen sudah memberikan dampak positif bagi peningkatan perekonomian warga sekaligus melakukan penghijauan di desa kami,” terangnya.

Miniatur Kelola Sosial dan Lingkungan Pusat Pembelajaran (Learning Center) di Desa Wonoharjo yang digagas oleh TFT Indonesia ditujukan sebagai pusat pembelajaran terkait Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA). Tema-tema yang dipelajari dalam pelatihan ini antara lain Free Prior Informed Consent (FPIC), SIA (Social Aspect Assestment), dan Participatory Mapping (PM). Tema tersebut untuk membekali para pemangku kepentingan dalam pengusahaan sumber daya alam yang lebih bertanggungjawab.

FPIC, misalnya, merupakan kesepahaman para pihak terhadap pemenuhan hak-hak masyarakat lokal. Dalam praktiknya, setiap rencana pengusahaan sumberdaya alam berpotensi menimbulkan dampak terhadap keberlangsungan hidup masyarakat lokal.

“Melalui pendekatan FPIC ini, pengusahaan sumber daya alam diharapkan tidak mengganggu mata pencaharian (livelihood) masyarakat setempat, dan terjaganya hubungan harmonis antara masyarakat dan entitas pengelola sumber daya alam,” terang Aminudin, nara sumber dalam kegiatan itu

Dipilihnya Desa Wonoharjo sebagai lokasi pelatihan karena kondisi alamnya yang representatif untuk lokasi pembelajaran. Kondisi geografis Desa Wonoharjo berupa dataran tinggi. Sebagian besar warganya hidup dari hasil perkebunan seperti karet, cengkeh, kopi, pala dan komoditas lainnya.

“Kalau kita ingin bicara soal pengelolaan lingkungan, inilah minaturnya. Selain kondisi landscapenya yang menarik untuk model pengelolaan lingkungan, masyarakatnya juga masih menjaga nilai-nilai kearifan lokal,” terang Aris Priyambodo, Kepala Kantor Perwakilan TFT Indonesia.

TFT adalah sebuah lembaga non-pemerintahan internasional yang bergerak di bidang pendampingan pengelolaan sumber daya alam. Di Kebumen, TFT telah melakukan pendampingan terhadap Kelompok Tani Hutan melalui mitra lokalnya Koperasi Taman Wijaya Rasa (Kostajasa) sejak tahun 2006.

Dengan skema pengelolaan Hutan Rakyat secara lestari dengan skema Forest Stewardship Council (FSC), produksi kayu dari para petani hutan di Kebumen yang tergabung dalam Kostajasa telah mampu menembus pasar Eropa.

Selain kayu, Kostajasa juga telah mengembangkan produk non-kayu untuk menambah penghasilan anggotanya yang berjumlah 1.200-an orang. Diantaranya pengembangan produksi gula semut (brown sugar) yang telah mendapatkan serifikasi Halal dari MUI Jawa Tengah dan telah dipasarkan ke sejumlah supermarket dan perhotelan di sejumlah kota-kota besar di Jawa.(Khoirul Muzakki/tribunnews/adm)